Powered By Blogger

Selasa, 23 Februari 2010

Untukmu Kasih

Kasih lihat mentari yang bersinar garang di siang hari 
lihat rembulan yang slalu menampakan cahayanya di malam hari 
tersenyumlah karna Ia ada untukmu 
kasih rasakan angin sepoi mengelus wajah ayu mu 
dengarkan kicau burung yang bertengger di pepohonan  
rasakanlah kabar tentang cinta, asa dan cita dariku untukmu 

kasih...
lihat pula lambaian dedaunan aliran air dan terang cahaya di kegelapa 
pahamilah akan kehadiranku untuk mu ...


(...ku tak tau adanya dirimu...)

Jumat, 05 Februari 2010

Nafas Terakhir Sebuah Syair






Penyair, masih duduk tenang dalam bening tetes air matanya
…Sederhana
Tenang dengan mata sayup
menggenggam sebuah sajak


Tenangkan hati
Senyap
Di antara lorong hati yang beku

Sendirinya…
Menanti pelangi di senja hari
Di antara jejak hujan yang membasahi pijakan kaki
Hingga petang tlah menggantikanya


tenggelam dalam kata
kata yang bermakna tanpa batas
terhanyut dalam tulisan maut…
tertawan….pesona tak berupa

Malam…
Dingin menghujam jiwa
Sendiri dalam kepiluan
Menunggu pagi
Tak henti harapan pada  pelangi

Kesunyian pagi mendera
Nyanyian… burung kecil tak lagi merdu terdengar…
Kabut putih
Menghalangi pandangan penyair
dibalik kabut ada yang di cari…..



Embun bergayut di daun
Enggan menetes…
Berkilau diintip mentari di balik daun




Diam,
Penyair di balik kaca
Masih tersimpan sajak di hati
Mendengar nyanyian sang sunyi

Mentari mengintip di balik awan galap
Cahayanya menembus dalam jiwa
Ada sedikit kehangatan membalut tubuh



Tertunduk langkah kaki
Sebelum nafas terakhir terhembus

Kembali,
Menunggu
Menunggu pelangi datang
Dan syair
Masih tergenggam erat



“Pelangi…
Akankah kau datang padaku
Di sini ku menunggumu
Membawa syair terakhir untukmu
Sebelum ajal menjemputku

Tahukah engkau
Dalam munajat malam
Ku pinta pada-Nya
Agar kau bisa menyapaku walau sekilas mata


Wahai pelangiku…
Aku rindu lagumu….
Aku rindu bisik lembutmu….
Aku ingin membangun mimpi bersamamu ….


Setengah hari dalam kesendiriian
Langit menangis
Deras air mengalir
Membasahi rumput hijau yang bersemi


Lemas
Menutup mata
Akankah kan tertelan kembali Hari yang kemarin
Dan hari-hari sbelumnya

Bulir serpihan hidupku luluh
menemani denting hujan ini




Sebebentar senja
Indah…
Terlukis olehnya
Untuk pelengkap syair

Batin menangis darah
Tersungkur dalm jiwa yang mati

Berlinang air mata dalam kebahagian
Saat pelangi muncul di matanya
Tersenyum menyapa…





“”…Wahai pelangiku
Ku setia menantimu
Kini nafas lelah menungu
Bila kau tak datang hari ini, biar kan ku menuggu di kehidupan berikutnya
kan ku tulis sajak terindah untukmu
terindh dari sajak pra penyair di bumi ini
yang kan membunuh para pujangga
meski luka tangan ini mengukirnya untukmu

Bila ku kembali
Kan ku lukis indah pelangimu…
Bukan,
Bukan wajahmu yang akan kulukis
Tapi semua rasa… yang pernah kita miliki
Bukan, bukan pernah…
Tapi selamanya kita miliki …
Kemarin, hari ini dan esok hari …
Semua rasa yang kita miliki …
Menjadi lukisan berbingkai diri…
Dalam naungan cinta-Nya…






Palu, 02 February 2010
00:38 WITA